https://nias.times.co.id/
Kopi TIMES

Sagea Dicemari: Rempang Dirampas Korporasi

Kamis, 21 September 2023 - 11:25
Sagea Dicemari: Rempang Dirampas Korporasi Igrissa Majid, Alumni STH Indonesia Jentera.

TIMES NIAS, JAKARTA – Para jurnalis di lapangan tergopoh-gopoh menenteng kamera, meliput peristiwa, menulis laporan, dan mengirim berita. Para netizen juga tidak kalah perannya, menyebarkan ke semua platform sosial media dalam sekejap. Kejadian di dua penjuru Indonesia, Sagea dan Rempang menjadi viral di jagat maya.

Sagea; Kejahatan Pemerintah dan  Korporasi

Halmahera Tengah kini luluh lantak. Tersisa, Sagea yang elok rupawan dan kelompok masyarakat adat yang masih eksis. Tapi mereka adalah orang-orang kalah di sana. Lahan-lahan hijau mereka telah digunduli. Dan Sagea yang elok rupawan itu, sudah keruh akibat aktivitas perusahaan tambang, sejak beberapa waktu kemarin.

Kini surat perintah pemerintah pusat telah turun dari Jakarta. Meminta aktivitas pertambangan PT Weda Bay Nickel, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Tekindo Energi, PT Karunia Sagea Mineral, dan PT First Pacific Mining disetop sementara karena menyebabkan pencemaran luar biasa. Tapi saya yakin tidak akan bisa memulihkan kondisi Sagea layaknya sediakala. Jika itu bisa, pasti dalam waktu yang lama.

Meski demikian, saya menduga para pemilik perusahaan tambang ini tidak akan menerima dengan terbuka jika kejadian itu dituduhkan kepadanya, sebagai pelaku utama pencemaran lingkungan. Mereka tentunya akan berdalih soal kontribusi untuk negara selama berinvestasi. 

Dengan kata lain, akan menghitung sebagian pundi-pundi dari kejahatannya telah masuk dalam kantong negara. Sementara nyali pemerintah yang berwenang hanya sebatas mendengar, tidak berani mengambil langkah hukum untuk menyeret para korporat di pengadilan negara. Coba, berani nggak?

Toh, sampai saat ini, permasalahan Sagea masih memanas, semua orang tidak puas. Sebab, ini soal lingkungan, soal bumi, keberlanjutan masa depan, dan nasib manusia-manusia baru yang kelak lahir menjadi penerus. Mereka akan terkejut karena yang diwariskan bukan lahan yang subur, tetapi tanah berlumpur dan air keruh yang tidak bisa diminum.

Padahal, dalam beberapa tahun ini, pemerintah daerah maupun pusat sangat bangga akan capaian perekonomian Maluku Utara yang meroket tinggi. Halmahera Tengah paling diidolakan, Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Weda Bay Nickel, dan beberapa perusahaan lain yang turut beroperasi dianggap Economic Hero. 

Padahal kemiskinan justru meningkat di sana. Ironisnya, pejabat setingkat Gubernur pernah beberapakali menggunakan fasilitas mewah berupa Helikopter untuk agenda keluar daerah, termasuk pulang kampung. Sedaaaaap! Tapi jahat kepada rakyat.

Ancaman terhadap Kedaulatan Lingkungan

Pencemaran yang terjadi di Sagea menambah daftar panjang bencana ekologi di Indonesia. Bencana itu mengancam segala sumber kehidupan warga yang menetap di areal lingkar tambang. Mereka hidup dalam ketakutan, karena dikelilingi oleh ancaman banjir yang sewaktu-waktu akan terjadi jika memasuki musim penghujan.

Dalam skala makro, peristiwa banjir yang mengakibatkan pencemaran dapat dilihat dalam ulasan Kaittisak Kumse dkk, Climate Change Impacts in Asia are Essentially a Water Story (2021), menyebut jumlah total banjir di Asia telah meningkat dari 2011-2020 menjadi 1.541 yang membahayakan nyawa manusia, merusak hunian warga, infrastruktur publik, tanaman, dan kerugian ekonomi yang relatif besar. 

Sementara, data yang dirilis Badan Pusat Statistik (2022), menyebutkan sebagian besar sungai di Indonesia telah dicemari oleh berbagai polutan. Data ini telah mengkonfirmasi, hanya sembilan sungai yang memenuhi kualitas baku mutu pada tahun sebelumnya, 2021. Secara kuantitas, baru 8,2% sungai yang termasuk dalam kategori memenuhi baku mutu dari 110 sungai yang sudah teridentifikasi.

Di Halmahera Tengah, dalam investigasi Auriga Nusantara dengan Mongabay Indonesia (2021), bahwa ancaman kedaulatan lingkungan itu dapat dilihat di daratan Weda, seperti Sungai Ale Doma atau Kobe. Sungai ini bertahun-tahun menjadi sumber air bagi warga setempat, tetapi akibat beroperasinya industri nikel menyulitkan akses air bersih bagi warga karena Sungai  Ale Doma telah berubah warna menjadi oranye, bahkan coklat kehitaman. 

Terbaru, Sungai Sagea, yang giliran mengalami pencemaran. Sampai detik ini, belum ada solusi konkret yang menyeluruh dari pemerintah dan pihak perusahaan tambang yang sedang beroperasi. Sementara, pihak pemerintah daerah telah mengklaim hasil uji laboratorium  air Sungai Sagea masih dalam kondisi normal. 

Akan tetapi, ada dugaan kebohongan yang mencuat, sebab klaim di atas justru bersumber dari data PT Weda Bay Nikel yang merupakan salah satu entitas pelaku pencemaran. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Gerakan Selamatkan Kampung Sagea dan Jaringan Koalisi, salah satu poinnya adalah soal sampling yang disampaikan Pemerintah Daerah Maluku Utara melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) justru persis dengan data pelaku pencemaran Sungai Sagea (FWI, 2023).

Apa yang disampaikan DLH Maluku Utara bisa memicu kecurigaan publik, bahwa pemerintah daerah hendak menghindari tanggung jawab dan kepatuhannya terhadap kedaulatan lingkungan, yang secara konstitusional tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, mengisyaratkan kepada pemerintah dan investor, bahwa idealnya pengelolaan lingkungan yang berhasil harus memerlukan komitmen politik, teknis, dan pola pengelolaan keuangan yang kuat dan berjangka panjang untuk lingkungan. 

Bukan sebaliknya, ketiadaan komitmen politik maupun teknis untuk mengantisipasi ancaman, tetapi masalah keuangan pemerintah malah menjadi gerombolan yang berbahaya bagi warga dan lingkungan.

Di Rempang, Ruang Hidup Warga Terancam

Lagi-lagi sengkarut korporasi terus berentetan. Memang demikian, tidak ada korporasi yang tidak memicu keributan. Warga diintimidasi, direpresi, bahkan melalui tangan besi kekuasaan, mereka harus ditahan karena dianggap provokator yang menganggu kepentingan.

Di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dengan alasan proyek investasi yang bernilai kurang lebih 381 triliun, maka tindakan yang dilakukan pemerintah adalah mendisrupsi hak-hak ulayat warga setempat. Ruang hidup mereka harus direbut secara ekstrem. 

Masyarakat terpaksa menjadi korban atas relasi kepentingan antara kekuasaan dengan investor. Bagi warga Rempang,  mungkin satu-satunya cara efektif untuk mempertahankan ruang hidup adalah melawan sampai titik darah penghabisan.

Dapat dibayangkan, ribuan warga Rempang dirampas haknya, diusir secara paksa untuk meninggalkan lahannya. Keadaan ini semakin memperburuk kehidupan mereka sebab harus menerima segala risiko kebijakan yang memiskinkan. Mereka akan terpinggirkan dan menjadi rentan dalam lingkungan yang baru, itu sudah pasti.

Dalam keadaan demikian, rencana proyek investasi itu dikhususkan untuk kawasan industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan energi baru dan terbarukan, yang berdiri di atas lahan 17000 hektare (Bisnis.com, 2023). 

Lahan seluas ini oleh pemerintah bukan hendak digusur, melainkan akan dilakukan pengosongan. Padahal substansinya sama, warga akan kehilangan tempat tinggal, sumber nafkah, dan hidup di bawah garis kemiskinan.

Karena berdasarkan keterangan pemerintah, melalui Menkopolhukam, Mahfud MD, sebagaimana dilansir CNN Indonesia (2023), menjelaskan duduk perkara terhadap hak atas tanah yang rencana dibangun. Sudah diberikan oleh negara kepada entitas perusahaan sejak 2001-2002 dengan status hak guna usaha.

Berbeda dengan pernyataan di atas, menurut keterangan warga Rempang, nenek moyang mereka telah mendirikan kampung-kampung itu sejak 1843. Maka alasan mereka sangat logis, tidak rela tanah ulayatnya digadaikan ke investor. Sebab, ini soal muruah, warisan yang harus dijaga, terlepas dari apapun upaya pemerintah (BBC, 2023).

Masalah Hak Asasi Manusia

Di sana ada persoalan hak ekonomi, sosial dan budaya yang dilindungi oleh HAM internasional. Sebab, peristiwa di Rempang tidak hanya menimbulkan kerugian materi, lebih dari itu akan menciptakan kesenjangan, marginalisasi, dan konflik sosial yang lebih besar.

Persoalan HAM memang riskan, akhirnya strategi pemerintah untuk melakukan pengusiran paksa menggunakan diksi-diksi yang sulit dicerna oleh warga Rempang, sebagaimana telah saya singgung di atas, yaitu pengosongan bukan penggusuran. Penggunaan kata-kata ini memang bersifat politis agar pemerintah memiliki alasan yang kuat untuk menghindari tuduhan pelanggaran HAM.

Meminjam ulasan Bivitri Susanti, dalam tulisannya "Hukum untuk Siapa? (2023)," bahwa ada makna yang tersirat dalam konteks penggunaan diksi "pengosongan lahan" dan "penggusuran", yaitu warga Rempang harus pindah karena tanah itu bukan lagi miliknya. Penggunaan terminologi pengosongan lahan ini hanya sebagai alasan untuk melegitimasi kekerasan yang dianggap sudah sesuai dengan hukum. 

Padahal, pemerintah wajib melindungi martabat warga Rempang sebagai manusia sesuai prinsip atau standar hak asasi yang telah diakui bersama. Bentuk perlindungannya adalah membuat kebijakan terkait akomodasi alternatif, mulai dari tempat tinggal yang memadai dan layak untuk dihuni, hingga fasilitas-fasilitas publik yang dapat dinikmati bersama. Bukan sekadar disodorkan uang, lantas semua diam.

Relasi Kekuasaan dengan Kepentingan Investor

Sagea dan Rempang adalah korban dari kepentingan pemerintah dan investor. Demi investasi, keduanya harus selalu sejalan. Ada hubungan politik yang saling menguntungkan. Memang sudah menjadi rahasia umum, setiap investor rela mengakomodasi semua kepentingan pribadi para pejabat daerah hingga pusat.

Secara politik kita boleh saja menduga, bahwa prinsip utama politik pemerintah bukanlah untuk memenuhi hak-hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, melainkan menjadi budak yang  berbakti kepada kapitalis. Apapun kepentingan investor tidak secara otomatis disetop hanya karena terjadi gejolak dan pertentangan luar biasa dari rakyat. 

Dalam kasus Rempang maupun kasus serupa di Indonesia telah membuktikan itu, misalnya pemerintah melalui Menko PMK, Muhadjir Effendy, mengatakan saat ini tidak mudah mendapat investor sehingga proyek harus tetap berjalan (Tvone.com, 2023).

Mengkonfirmasi pernyataan di atas, pemerintah telah menjadi agen politik yang mencoba untuk melanggengkan kepentingan investor tanpa menyeimbangkannya dengan kepentingan rakyat. Sehingga sudah otomatis pemerintah mendorong proyek investasi harus tetap berlanjut. Akan tetapi, dampaknya nanti akan memicu ketidakpastian dalam pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. 

Karena itu, relasi kekuasaan dan investor memang bersifat kolusi, hubungan mereka justru lebih pada konteks personal ketimbang hubungan informal melalui jalur kelembagaan negara atau bisa saja hubungan informal dipersonalisasi demi kepentingan masing-masing.

Kritik saya adalah penguasa sekarang lebih sulit memandang masa depan rakyat karena demi kelangsungan hidup dan kepentingan politik mereka. Akibatnya, telah membatasi kemampuan mereka berkomitmen secara kredibel untuk jangka panjang.

Sebagai penutup, saya mengutip ucapan Joel Bakan dalam bukunya “The Corporation, The Pathological Pursuit of Profit and Power (2005)." Ucapannya pernah menjadi sajian penutup tulisan saya berjudul "Maluku Utara; Lumbung Investasi dan Kejahatan Korporasi (2023), bahwa korporasi adalah psikopat, tanggung jawab sosial adalah ilegal dan dapat memanipulasi siapapun, termasuk memanipulasi pemerintah. 

***

*) Oleh : Igrissa Majid, Alumni STH Indonesia Jentera.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Nias just now

Welcome to TIMES Nias

TIMES Nias is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.